Cermin dari Kiat Esemka

Mohammad Efendi *)
Pekan ini, Solo manyedot perhatian publik lewat wali kotanya, Joko Widodo. Wali kota yang dikenal membumi ini mengganti mobil dinasnya, Toyota Camry keluaran tahun 2002 dengan Kiat Esemka. Demikian pula dengan wakilnya, FX Hadi Rudyatmo. Meski sejumlah pihak meragukan kualitasnya, namun kedua orang ini bersikukuh akan kehandalan karya anak SMA Solo ini. Senada dengan keduanya, H. Sukiyat, pemilik perusahaan perakitan monil Kiat Motor, menjamin kendaraan roda empat anak didiknya ini tak mudah mogok. Namun, bila itu terjadi, pihaknya siap menggaransi perbaikannya. Teknisi pun tetap mengandalkan keterampilan anak SMK Kota Solo.
Lepas dari adanya pro kontra tentang kelayakan Kiat Esemka untuk menyusuri jalan-jalan raya, kepedulian pemimpin memilih menggunakan karya anak negeri sendiri merupakan hal yang patut mendapat acungan jempol. Langkah serupa pernah dilakukan Wapres Jusuf Kalla. Pada tahun 2009, beliau  membeli sepatu di Sentra Sepatu Cibaduyut Bandung. Hasilnya, perajin Cibaduyut menuai berkah. Pesanan membanjir. Bahkan, toko tepat Jusuf Kalla membeli sepatu mengganti nama tokonya menjadi JK Collection. Joko Widodo dan Jusuf Kalla tentulah berbeda, namun keduanya memiliki kesamaan, yaitu kepedulian pada karya negeri sendiri. Dengan predikat sebagai pejabat publik, apapun tingkah laku mereka akan menjadi sorotan publik. Demikian pula ketika mereka memilih menggunakan produksi lokal. Hal itu menjadi energi tambahan bagi pihak terkait untuk terus dapat berkreasi dan bersaing dengan produk impor.
Dalam konteks pembelajaran, pilihan Wali kota Solo menggunakan mobil produk siswa SMK dapat dipandang sebagai penghargaan pada hasil pembelajaran. Menilik berbagai alur model pembelajaran, baik yang konvensional maupun berlabel inovatif, pasti diwajibkan adanya penghargaan akan hasil belajar siswa. Bentuknya bermacam-macam, tergantung materi yang dipelajari. Mulai dari apresiasi klasikal sampai pameran karya. Semuanya bertujuan untuk menghargai hasil usaha siswa dalam belajar. Plato mengatakan, tugas pedidikan adalah membebaskan dan memperbarui. Melepaskan manusia dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, siswa memroses dirinya mulai dari tak tahu menjadi tahu. Dari tidak bisa menjadi mampu berkarya. Semua tahapan itu perlu dihargai. Demikian pula dengan karya hasil belajarnya. Karena dengan adanya penghargaan, maka akan muncul motivasi untuk lebih meningkatkan diri.  Dalam konteks Kiat Esemka, sambutan yang diberikan Wali Kota pastilah membuat semangat guru dan siswa SMK makin berkobar untuk belajar dan berkarya. 
Disadari atau tidak, selama ini kita sering menisbatkan penghargaan pada hal-hal yang berlabel kompetisi. Misalnya pemenang olimpiade, lomba, dan event sejenis. Karena itu sang juara biasanya disanjung dan dianugerahi beragam hadiah. Padahal, sejatinya penghargaan akan hasil pembelajaran tak ada sangkut pautnya dengan kompetisi. Seorang siswa yang telah dapat menuntaskan materi belajarnya, dan ia mampu menunjukkan hasil belajarnya, ia layak mendapatkan penghargaan. Pendidikan adalah proses internal yang terjadi pada diri siswa. Dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tak bisa menjadi mampu. Dan pada dasarnya, potensi tiap siswa tidaklah sama. Hal ini dijelaskan dengan gamblang oleh Howard Gardner melalui teori multiple intelegence. 
Lepas dari hal itu, salah satu noktah yang memburamkan potret pendidikan Indonesia adalah belum sinkronnya antara kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja. Hal tersebut berimbas pada belum optimalnya serapan lulusan sekolah di dunia kerja. Lebih lanjut, hal inilah yang dituding sebagai biang membludaknya pengangguran intelek di Indonesia. Mereka memiliki ijazah memadai, namun sulit mengisi posisi di dunia kerja. 
Berangkat dari kenyataan di atas, keberhasilan anak-anak SMK di Solo mewujudkan mobil yang dapat diterima oleh masyarakat merupakan inspriasi sukses bagi lembaga pendidikan di Indonesia. Mereka menjadi bukti konkret hasil pendidikan yang sejalan dengan dunia kerja. Pentingnya link and match  ini senada dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Pada pasal 15 tertulis “Pendidikan menengah diselenggrakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.” Pada bagian akhir pasal tersebut secara tersurat mengamanatkan pengikisan ketidaksinkronan antara mutu lulusan dengan kebutuhan keterampilan di dunia kerja. Dengan adanya contoh nyata ini, maka diharapkan lembaga penddikan yang lain mampu menerapkan langkah serupa, hingga tak ada jarak anatara kualitas lulusan dengan kebutuhan dunia kerja.
Di lain pihak, bila dihubungkan kemandirian bangsa, Kiat Esemka menjadi setitik asa akan tumbuhnya daya saing negeri ini, seiring makin membanjirnya produk impor. Hingga hari ini, hampir tak ada jenis kebutuhan yang tak terjamah produk impor. Mulai dari mainan anak-anak, sampai industri otomotif. Kondisi ini diperparah adanya mindset bahwa produk luar negeri lebih berkualitas dibanding produl dalam negeri. 
Memang, harapan ini masih jauh panggang dari api. Karena kenyataanya, Kiat Esemka “hanyalah” hasil kerja praktik anak SMK. Belum sejajar dengan pabrikan terkemuka macam Toyota, Suzuki, Honda, ataupun Hyundai. Namun bila kita tengok ke belakang, Honda misalnya, dapat kukuh berada di industri otomotif juga berangkat dari bawah. Mulai dari merakit mesin ke sepeda pancal, hingga menjadi embrio sepeda motor. Karena diterima pasar, lalu diproduksi massal. Hingga akhirnya menjadi industri otomotif terkemuka di dunia. Semua berproses, dari kecil menjadi besar.    Dan andai ini diikuti oleh produk-produk lokal lainnya, dan mendapat uluran tangan dari para pemimpin, maka harapan kemandirian bangsa tentulah bukan hal yang mustahil. 
Inilah cermin yang kita dapat dari Kiat Esemka. Cermin signifikannya peran pemimpin sebagai katalis pendidikan, singkronnya pendidikan dengan dunia kerja, dan asa kemandirian bangsa.

*) Pendidik di YLPI Al Hikmah Surabaya
Share this post :

Posting Komentar

www.GuruKita.com

Test Sidebar

Label: Pendidikan
Recent Posts
Widget by: Info Blog
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SDBI Al Hikmah Surabaya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger