SKB 5 Menteri, Ujian Profesionalitas Guru

Mohammad Efendi *)

    Digedoknya SKB lima menteri menyulut kegelisahan kalangan guru PNS. Pasalnya, dengan senjata SKB tersebut, mereka dimungkinkan untuk dipindahtugaskan sesuai dengan kepentingan dinas terkait. Sebab peraturan tersebut mengamanatkan untuk dilaksanakannya penataan dan pemerataan guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini berlaku efektif mulai 2 Januari 2012.

    Sebenarnya, bila direnungkan secara jernih, maksud peraturan tersebut sunguh mulia. Yaitu menyelesaikan satu masalah krusial yang membekap pendidikan kita, yaitu ketidak merataan jumlah guru di Indonesia. Regulasi ini bertujuan untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten, antarkota, dan antarprovinsi serta dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional
    Ketidakmerataan jumlah guru menjadikan laju pendidikan secara umum di Indonesia tak berjalan serempak. Karena tak mungkin daerah yang kekurangan guru mampu menggerakkan roda pendidikannya selaju daerah yang cukup gurunya. Sebab guru merupakan roda pengerak pendidikan. Sebenarnya, dapat saja pemerintah menuntaskan masalah kekurangan guru di suatu daerah dengan mengangkat guru baru.  Namun, hal tersebut akan memberatkan beban APBN. Selain itu, ketidakefisienan guru di daerah yang kebanyakan guru tetap akan berlangsung. Padahal, sesuai amanat sertifikasi guru, jumlah jam mengajar guru per minggunya, minimal 24 jam pelajaran. Dan di beberapa daerah, standar minimal tersebut sulit dipenuhi oleh beberapa guru karena kebanyakan guru.
    Dengan adanya penataan dan pemerataan guru, logikanya, rasio kecukupan guru dan jumlah siswa menjadi lebih rasional. Dan hal tersebut akan berdampak positif pada kualitas pendidikan di daerah pada khususnya, dan di Indonesia pada umumnya. Kesenjangan kualitas pendidikan yang selama ini menjadi masalah latin dinegeri ini dapat diatasi.
    Namun, kesungguhan pemerintah untuk menata personel guru tak selalu melegakan hati para guru PNS. Bahkan mendatangkan rasa was-was. Betapa tidak, setiap saat mereka harus siap untuk dipindahkan ditempat yang baru. Di tempat yang belum tentu mereka merasa nyaman untuk melaksanakan tugasnya. Dan mereka musti berdaptasi lagi dengan lingkungan baru mereka. Dan alasan yang paling memberatkan mereka adalah masalah keluarga. Bagi guru yang telah berkeluarga perpindahan tempat mengajar dapat berarti perpindahan rumah keluarga. Dimana di dalamnya ada suami/isteri dan anak-anak. Masalah kian pelik kala suami/istri guru PNS terikat dengan tempat bekerja. Anak-anak juga telah bersekolah di  daerah tempat tinggal.
    Belum lagi, kekhawatiran akan ketidakadilan implementasi di lapangan. Beberapa kalangan mengkhawatirkan faktor personal, yaitu like and dislike  akan mempengaruhi proses mutasi ini. alasan ini cukup beralasan. Pasalnya, beberapa kasus dapat menjadi referensi kekhawatiran mereka. Misalnya pemindahan guru dari satu sekolah ke sekolah lain karena ketidakaakuran dengan atasannya.  Akhirnya, proses penataan ini akan menjadi selubung ajang balas dendam  kalangan pengambil keputusan kepada guru yang tak mereka sukai.
    Karena itu, tak berlebihan kiranya bila kita menyebut, implementasi SKB lima menteri ini adalah ujian profesionalisme guru. Lewat penataan guru ini, guru ditantang untuk menunjukkan jati diri seorang guru. Seorang pendidik yang mampu menempatkan kepentingan tugasnya di atas kepentingan pribadi.  Karena sesungguhnya, kala diangkat menjadi guru PNS, maka seorang guru mestilah menyadari bahwa ladang tugasnya tidaklah di sekitar tempat tinggalnya saja. Namun, membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Di daerah-daerah itulah, menanti darma bakti sejati seorang guru. Agar tunas-tunas muda Indonesia dapat disemaikan dengan subur, dan dapat menjadi bunga yang mengharumkan negeri ini.
    Namun, perlu disadari bahwa kebijakan mutasi guru memang tak semudah saat kita berretorika. Sedikit banyak pasti menimbulkan resistensi. Di Surabaya misalnya, implementasi regulasi ini mendapat tentangan dari guru GTT yang khawatir makin sedikit jam mengajarnya, karena kedatangan tenaga guru yang dimutasi ke sekolahnya. Senada dengan itu, penolakan juga datang dari guru yang telah meraih sertifikasi guru. Mereka khawatir sertifikat pendidiknya akan gugur karena dimutasi ke satuan pendidikan yang berbeda. Hal itu terjadi karena perbedaan status guru di jenjang menengah dan jenjang pendidikan dasar. Pada penjang menengah (SMP/SMA) status guru adalah guru bidang studi. Sedangkan di jenjang dasar (SD), status gurunya adalah guru kelas. Resistensi serupa ternyata juga terjadi di daerah-daerah lain,  sebagaimana berita yang mencuat di media massa.
    Karena itu, tak bijak kiranya jika Dinas menutup mata akan semua itu. Karenanya, sosialisasi merupakan pintu untuk menyamakan persepsi antara pemerintah dan para guru PNS. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika sosialisasi secara masif digalakkan di tiap satuan pendikan. Agar setiap pihak memahami urgensi pelaksanaan SKB ini. Dan memiliki pandangan yang sama akan pentingnya penataan dan pemerataan guru PNS bagi peningkatan kualitas pendidikan negeri ini. Sangat baik bila hal tersebut sampai menjangkau keluarga guru PNS. Karena, bila mutasi tersebut diberlakukan pada seorang guru yang sudah berkeluarga, hal tersebut akan berimbas langsung pada ritme keluarga itu. Akan ada perubahan-perubahan yang mungkin mendasar pada keluarga tersebut. Misalnya, pindahnya domisili keluarga.
    Selain sosialisasi yang masif, juga perlu pelaksaan yang transparan. Dibutuhkan keberanian dinas terkait untuk mengimplementasikan kebijakan ini secara transparan. Karena proses yang transparan akan menghilangkan rasa saling curiga antara pihak guru dengan Dinas pendidikan terkait. Pelaksanaan petunjuk teknis yang diturunkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional harus dapat diakses oleh siapapun. Semua varibel yang digunakan sebagai pertimbangan pemindahtugasan guru dapat diketahui oleh siapa saja. Sesuai dengan petunjuk teknis SKB 5 menteri, mutasi akan diberlakukan kepada  guru yang tak dapat memenuhi beban kerja minimu 24 jam tatap muka per minggu. Dan akan dipindah ke satuan pendidikan yang membutuhkan, hingga ia dapat memenuhi beban mengajar minimumnya. Namun perpindahan itu dengan tetap memperhatikan rasionalitas jarak, waktu tempuh, dan akses dari tempat tinggal ke satuan pendidikan yang baru.
    Dengan adarnya transparansi proses alasan mutasi, maka diharapkan guru dapat menyadari bahwa hal tersebut murni untuk kepentingan pendidikan. Dan guru ikhlas untuk menjalaninya. Karena dengan keikhlasan, maka guru akan dapat cepat beradaptasi dan dapat menjalankan tugasnya dengan rasa nyaman.

*) Pendidik di SD Al Hikmah Surabaya, suami guru PNS
Share this post :

Posting Komentar

www.GuruKita.com

Test Sidebar

Label: Pendidikan
Recent Posts
Widget by: Info Blog
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SDBI Al Hikmah Surabaya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger